Ambon, Pusartimur.com- Persoalan penyusutan luas wilayah Kota Ambon menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon.
Berdasarkan catatan resmi, dalam kurun waktu empat dekade terakhir, luas wilayah Kota Ambon berkurang lebih dari 100 kilometer persegi, dan hal ini berdampak langsung terhadap alokasi dana transfer pusat ke daerah (TKD).
Anggota DPRD Kota Ambon dari Fraksi Gerindra, Christianto Laturiuw, menyampaikan bahwa DPRD akan segera memanggil Wali Kota Ambon, Bodewin Melkias Wattimena, untuk meminta penjelasan resmi terkait perubahan signifikan data luas wilayah tersebut.
“Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah siapa yang bertanggung jawab terhadap pengurangan luas wilayah Kota Ambon. Berdasarkan PP Nomor 13 Tahun 1979 luas Kota Ambon 377 km², namun di Permendagri Nomor 70 Tahun 2022 turun menjadi hanya 236,66 km²,” ujar Laturiuw usai rapat internal Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Ambon, Selasa (28/10/2025).
Laturiuw menjelaskan, penyusutan wilayah Ambon terekam dalam tiga regulasi berbeda: PP Nomor 13 Tahun 1979: luas wilayah 377 km², Permendagri Nomor 59 Tahun 2015: berkurang menjadi 298,61 km², Permendagri Nomor 70 Tahun 2022: kembali menyusut menjadi 236,66 km², Dengan demikian, total luas wilayah yang hilang mencapai 100 km².
Menurutnya, perubahan data tersebut bukan sekadar soal angka, melainkan berdampak langsung terhadap alokasi Dana Transfer Keuangan Pusat ke Daerah (TKD).
“Besar kecilnya dana transfer pusat sangat dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk. Jadi penyusutan wilayah otomatis mengurangi dana transfer yang kita terima,” tegasnya.
Laturiuw mengungkapkan, akibat perubahan data wilayah tersebut, dana transfer pusat ke Kota Ambon menurun signifikan.
Pada tahun 2025, dana transfer yang diterima Ambon mencapai Rp1,2 triliun, namun pada tahun 2026 akan berkurang menjadi Rp978 miliar.
“Ini sangat disayangkan, karena faktor utamanya adalah pengurangan wilayah. Dampaknya langsung terasa pada perencanaan dan kebijakan pembangunan Kota Ambon yang akhirnya tidak berdasarkan data pasti,” ujarnya.
Menurut Laturiuw, persoalan ini sudah sering disampaikan baik dalam forum resmi maupun pembahasan internal DPRD, namun hingga kini belum ada jawaban resmi dari pihak Pemerintah Kota Ambon.
“Sebagai penyelenggara pemerintahan, ini bukan sekadar soal administrasi, tapi menyangkut tanggung jawab moral dan politik terhadap masyarakat Kota Ambon,” tegasnya.
Selain soal luas wilayah, Laturiuw juga menyoroti belum adanya kejelasan mengenai pengakuan 22 negeri adat di Kota Ambon yang hingga kini belum teregistrasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ia meminta agar Wali Kota Ambon segera hadir di DPRD untuk memberikan jawaban dan solusi atas persoalan tersebut.
“Kita tidak bisa bicara arah pembangunan daerah kalau persoalan mendasar seperti ini belum diselesaikan. Ini soal identitas wilayah dan tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat adat,” tegasnya.
Laturiuw juga menambahkan bahwa fenomena penyusutan wilayah tidak hanya terjadi di Kota Ambon, tetapi juga di beberapa kabupaten/kota lain di Provinsi Maluku.
Ia berharap, persoalan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah agar tidak berpengaruh terhadap arah pembangunan ke depan. (PT)









