Timika, PT- Ketua Perkumpulan Penggerak Aspirasi Masyarakat Minoritas Indonesia Maju (2PAM3) Kabupaten Mimika, Antonius Rahabav, menyoroti adanya dugaan penggelembungan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dalam kegiatan rapat pembahasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2025 Kabupaten Mimika yang digelar di Bali.
Rapat tersebut melibatkan Badan Anggaran (Banggar) DPRK Mimika, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), serta sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemda Mimika.
“Kami mempertanyakan urgensinya rapat APBD Perubahan harus digelar dengan jumlah peserta yang banyak ke Bali. Jika tidak ada undangan resmi dari pihak luar, maka perjalanan itu lebih terlihat sebagai inisiatif DPRK bersama eksekutif. Dugaan masyarakat, perjalanan tersebut hanya menghamburkan uang rakyat tanpa manfaat nyata bagi Mimika,” ujar Rahabav, Minggu (7/9/2025).
Menurut Antonius, rapat di luar daerah semestinya memiliki dasar hukum yang jelas dan dilakukan secara transparan kepada publik.
“Harus dicari payung hukum apa yang mendasari anggaran fantastis untuk SPPD itu. Rapat di Bali tidak memiliki urgensi tujuan yang jelas, sehingga berpotensi melanggar hukum,” tegasnya.
Ia menilai wakil rakyat seharusnya lebih peka terhadap kebutuhan daerah dan bisa melaksanakan rapat di Mimika untuk menekan biaya, ketimbang memilih lokasi di luar daerah yang justru menelan ongkos besar.
Rahabav mengingatkan bahwa kebiasaan rapat di luar kota berisiko menimbulkan kemerosotan keuangan daerah akibat motif mencari nilai SPPD lebih besar.
Ia juga menegaskan, anggaran perjalanan dinas tersebut berpotensi maladministrasi dan melanggar ketentuan Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2025 tentang Standar Harga Satuan Regional, di mana anggaran SPPD seharusnya tidak boleh melampaui batas tertinggi yang sudah diatur.
Selain itu, ia menyinggung bahwa penyusunan APBD Perubahan 2025 juga harus mengikuti Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025, yang menekankan prinsip efisiensi, sinkronisasi kebijakan pusat-daerah, dan kebermanfaatan langsung bagi masyarakat.
Antonius mendesak agar kepala daerah berani menganulir kegiatan rapat di luar kota yang dianggap hanya memboroskan anggaran.
“Eksekutif dan legislatif harus punya sensitivitas terhadap etika publik. Kebiasaan rapat di luar kota harus dipangkas habis secara sistemik agar efisiensi anggaran bisa benar-benar dirasakan masyarakat Mimika,” tutupnya. (PT)