Oleh: Fr. Imanuel Joro, MSC
PERKEMBANGAN teknologi semakin hari menghasilkan banyak perubahan. Dunia menjadi instan, mudah, dan cepat, dalam melakukan dan mendapatkan sesuatu. Teknologi membantu manusia mengakses berbagai informasi di seluruh dunia. Informasi yang diperoleh pun dapat begitu akurat.
Zaman sekarang ini banyak sekali kemudahan yang dapat diraih lewat bantuan teknologi. Teknologi merasuk dalam segala bidang dan dimensi kehidupan manusia.
Salah satu kemajuan teknologi dalam dunia digital dan browsing yakni kemunculan chatgpt.
Chatgpt merupakan Chat generative pretraining transform, aplikasi atau juga website berbagi informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan OpenAI.
Chatgpt membantu setiap orang untuk menemukan informasi, data dan penjelasan mengenai berbagai hal. Chatgpt mengambil jawaban secara umum dari berbagai sumber yang ditangkap atau diketahui AI secara online. Chatgpt juga dapat memposisikan diri sebagai “pribadi” tertentu, guna menjawab berbagai hal.
Chatgpt dapat membantu setiap orang, terlebih khusus pelajar/mahasiswa menemukan jawaban atau uraian yang diperlukan berkaitan dengan tugas-tugas kuliah, apalagi karya tulis ilmiah (paper). Tentu chatgpt ini memiliki sisi positif dan negatif dalam realita penggunaanya. Bagi yang merasa terbantu, chatgpt sungguh mempermudah dan menambah wawasan.
Menurut survei (explodingtopics.com), angka pengguna chatgpt sampai pada Agustus 2024 sebanyak 200 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Sebanyak 121,3 juta per bulan dan sebanyak 1 juta pengguna kurang dari 5 hari. Indonesia berada pada posisi ke-4 dunia sebagai pengguna chatgpt.
Sungguh angka-angka yang tidak sedikit, tentu ini pula menunjukkan kepositifan chatgpt. Banyak sekali orang menggunakan chatgpt, termasuk kaum muda mahasiswa. Pertanyaanya, apakah chatgpt membantu kaum muda mahasiswa dalam mengembangkan daya pikir kreatif dan kritis? Terutama dalam sistem perkuliahan dan pembuatan tugas? Tentu, pencipta aplikasi/web ini memiliki maksud dan tujuan baik. Tetapi, apakah kebaikan ini malah membuat kaum muda mahasiswa mau cari gampang? Sedikit-sedikit chatgpt, atau dengan pernyataan, “Tenang, gampang saja, cari di chatgpt.” Kemudahan seperti ini tentu membantu dan memberikan rasa enak, apalagi bagi para “pencari gampang.” Kemudahan ini pula dapat membuat mahasiswa memiliki cara pengerjaan tugas “copy paste” secara halus. Asalkan tidak ada yang tahu, otak-atik kata-kata dan selesai. Semua mudah dan gampang tidak usah baca buku, duduk tenang selagi ada kuota data internet.
Inilah yang perlu diperhatikan oleh kaum muda mahasiswa. Chatgpt mempermudah tugas dan jati diri mahasiswa yang sudah terbiasa cari gampang. Hal ini membuat kaum muda mahasiwa cenderung tidak membaca buku, apalagi ketika tugas sudah masuk masa tenggat. Kita lupa bahwa kemudahan ini, lama-kelamaan mempertumpul daya juang, kreatif dan kritis otak. Otak menjadi malas berpikir dan hanya mau menerima saja.
Mengapa dikatakan otak jadi malas berpikir? Karena ada kemudahan. Kemudahan apa yang menyulitkan? Bagi para pemikir kritis, tentu ada “kemudahan yang menyulitkan hidup.” Namun, tidak semua orang dapat melihat dan memprediksi hal yang demikian, apalagi kebanyakkan kaum muda mahasiswa. Siapa sih yang tidak mau hidup penuh kemudahan? Siapa yang suka stres dengan sesuatu yang sulit dan menguras energi otak? Melihat data yang ada, terlihat bagaimana orang-orang termasuk kaum muda mahasiswa begitu antusias menggunakan chatgpt. Dapat dilihat bagaimana “ketergantungan” secara sadar atau tidak sadar kaum muda mahasiswa pada kemajuan teknologi ini. Tentu otak tidak mau dipicu lagi untuk coba memikirkan sendiri hal apa yang harus diselesaikan berkaitan dengan tugas; semua pertanyaan telah diserahkan pada chatgpt sebagai jalan keluar.
Dari hal ini, kita perlu mengetahui apa itu daya pikir kreatif dan kritis. (Bersambung)