Penulis : Berlin Wali, S.Sos, M.Si
(Pemerhati Demokrasi)
Sebagaiamana kita ketahui Bersama bahwa UUD 1945 pasal 18 ayat 4, mengatur bahwa kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota) harus dipilih secara demokratis.
Kalimat “di Pilih secara Demokratis” ini berarti dapat di Pilih oleh DPRD yang mana Pemiliahan kepala daerah melalui DPRD berakhir pada Tahun 2005, dan mulai dipilih langusng oleh rakyat pada tahun 2005 sampai dengan yang terakhir tanggal 27 November Tahun 2024, dimana pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara serentak di seluruh Republik Indonesia.
Pada tanggal 26 juni 2025 Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang secara eksplisit memisahkan pemisahan jadwal Pemilu nasional (DPR, DPD, dan Presiden) dan Pemilu lokal (DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota dan Pilkada) mulai tahun 2029, dengan jeda waktu 2 sampai dengan 2,5 Tahun.Kemudian pada bulanjuli 2025 hasil Survei Litbang Kompas yang di lakukan pada tanggal 14-17 Juli 2025, mencatat bahwa 70,3 persen responden menyatakan setuju Pemilu nasional (DPR, DPD, dan Preside) dan Pemilu lokal (DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota dan Pilkada) di pisahkan sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Perludem.
Namun pasca putusan Mahkamah Konstitusi ini banyak partai politik yang mengusulkan bahwa Pilkada di kembalikan lagi dengan dipilih oleh DPRD, maka di sinilah muncul pertanyaan bahwa “Kepala daerah yang terpilih melalui DPRD ini betul sesuai dengan mandat rakyat ataukah mandat partai politik”?, karena banyak anggota DPRD yang terpilih kemudian mengusung Calon Kepala daerah namun kepala daerah tersebut tidak terpilih, belum lagi Pilkada yang melawan kotak kosong di menangkan oleh kotak kosong, ini bertanda bahwa pemilih pada saat Pemilihan DPRD tidak akan sama memilih kepala daerah yang di usung oleh parpol tersebut.
Fakta pertama. di Kabupaten Maluku Tengah Daerah Pemilihan Maluku Tengah 1 yang terdiri dari Kecamatan Amahai, Kota Masohi, Teon Nila Serua dan Teluk Elpaputih terdapat 10 kursi yang di menangkan oleh PKS, Golkar, Hanura, Perindo, PDIP, PKB, Gerindra, PSI, Nasdem dan Demokrat. Di mana pada Pilkada tahun 2024 PKS, Golkar, Gerindra dan Demokrat serta PAN Mengusung Calong Bupati dan Wakil Bupati No urut 4, sementara PKB dan PDIP Mengusung Calon Bupati dan Wakil Bupati no urut 3, untuk Partai Hanura, Nasdem, PSI, Perindo dan PPP mengusul Calon Bupati dan Wakil Bupati no urut 1, dan partai Buruh, Gelora, PKN, Garuda dan Ummat Mengusung Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati no urut 2.
Jika kita lihat pada Fakta pertama di atas ketika Pilkada dilakukan melalui DPRD maka Pasnagan no urut 4 yang harus menjadi pemenang pertama karena dari 5 partai pengusung terdapat 4 partai pengusung calon no urut 4 yang memiliki kursi di DPRD, namun yang terjadi Adalah pasangan no urut 3 yang menjadi pemenang dengan hanya memiliki 2 partai pengusung yakni PKB dan PDIP.
Kemudian terjadi juga pada daerah pemilihan maluku Tengah 4 yang mana calon Bupati dan Wakil Bupati no urut 2 yang di usung oleh partai Buruh, Gelora, PKN, Garuda dan Ummat yang berhasil menang pada daerah tersebut padahal Pasangan ini hanya partai Gelora yang memiliki Kursi di DPRD, lebih parah lagi pada daerah pemilihan 5, Calon Bupati dan Wakil Bupati no urut 2, partai pengusungnya tidak ada di DPRD namunmasihbisa juga menang pada daerah Pemilihan 5 tersebut.
Fakta kedua. Pada Kabupaten Bangka Pasangan no urut 1 hannya mampu meraup 42,75% suara yang kalah dari kotak kosong yang mampu meraup 57,34% suara, kemudian pada Kota Pangkalpinang pasangan no urut 2 hanya meraup 41% suara dan dikalahkan oleh kotak kosong yang meraup 57,98% suara.
Dari fakta kedua ini dapat disimpulkan, jika Pilkada dipilih oleh DPRD, maka sudah barang tentu pasangan Calon no urut 1 di Kabupaten Bangka dan Pasangan Calon no urut 2 di Kota pangkal pinang yang akan menjadi Bupati dan Wakil Bupati serta walikota dan Wakil Walikota terpilih, namun karena Pemilihan di Pilih secara langsung oleh Masyarakat maka ke dua paslon yang didukung oleh semua partai tersebut dapat dikalahkan oleh kotak kosong.
Dari fakta kesatu dan kedua diatas dapat kita ketahui bahwa Ketika Pilkada Kembali dipilih oleh DPRD maka suara Masyarakat tidak akan bisa di salurkan sesuai dengan yang diinginkannya, karena kendali penuh di tangan Parpol, sehinggakepaladaerah yang terpilih melalui DPRD Adalah MANDAT PARPOL BUKAN MANDAT RAKYAT.
Kekalahan yang terjadi pada fakta-fakta di atasitu juga sebagai Hukuman dari Masyarakat kepada Parpol-parpol pengusung calon kepala daerah tersebut yang mana kontrak politiknya pada saat kampanye dengan Masyarakat tidak dijalankan. (***)